Telekomunikasi: Dulu, Sekarang dan Masa Depan1
Telekomunikasi berasal dari gabungan dua kata, yakni “tele” yang berarti far off atau jauh
dan “communicate” yang berarti to share atau komunikasi. Jadi, telekomunikasi bisa
diartikan sebagai “komunikasi jarak jauh”. Berdasarkan the Annex of the Constitution of
the International Telecommunication Union (ITU), “Telecommunication means any
transmission, emission or reception of signs, signals, writing, images and sounds or
intelligence of any nature by wire, radio, optical or other electromagnetic systems”. Sinyal
adalah segala sesuatu yang dapat dilihat (visual), didengar (audible) ataupun elektrik.
Sinyal tersebut dapat dihasilkan dari berbagai media, seperti api yang menyala, asap,
bendera, lampu, drum, senapan, telegraph, telepon, radio, dan sebagainya.
Dalam berbagai literatur sejarah disebutkan bahwa telekomunikasi sudah dilakukan
manusia sejak ribuan tahun yang lalu menggunakan media yang sangat sederhana, seperti
drum, api, air, maupun asap. Berikut ini adalah tahapan-tahapan perkembangan
telekomunikasi.
A. Sejarah Telekomunikasi
Telekomunikasi Pada Masa Permulaan
Pada masa ini, telekomunikasi dilakukan menggunakan media yang sangat sederhana.
Drum digunakan oleh masyarakat asli Afrika, New Guinea
dan Amerika Selatan. Di Cina, masyarakat menggunakan
"Tamtam", suatu lempengan logam besar berbentuk bundar
yang digantungkan secara bebas sehingga bila dipukul akan
menimbulkan bunyi keras yang dapat terdengar sampai jarak
yang jauh.
Pada abad ke-5 sebelum Masehi, kerajaan Yunani kuno dan
Romawi menggunakan api untuk berkomunikasi dari gunung
ke gunung atau menara ke menara. Telekomunikasi dilakukan
oleh prajurit khusus dengan saling memahami kode berupa
jumlah nyala api. Telekomunikasi ini digunakan saat perang
dan hanya efektif pada malam hari.
Pada abad ke-2 sesudah Masehi bangsa Romawi menggunakan asap
sebagai media telekomunikasi. Mereka membangun jaringan
telekomunikasi yang terdiri dari ratusan menara hingga mencapai
4500 kilometer. Setiap menara bisa mengeluarkan asap yang dapat
dilihat oleh menara lain yang berada di dekatnya. Sistem
telekomunikasi ini digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan
militer dalam menjalankan pemerintahan atas daerah jajahan yang semakin luas
Pada abad ke-4 sesudah Masehi, Aeneas the Tactician
mengusulkan sistem telekomunikasi menggunakan air yang
disebut hydro-optical telegraph. Sistem telekomunikasi ini
memanfaatkan ketinggian air sebagai kode-kode dalam
berkomunikasi. Sistem ini bisa mengirimkan pesan dengan
sangat cepat dari satu tempat ke tempat lain.
Pada masa Revolusi Perancis, Claude Chappe menemukan alat
telekomunikasi yang disebut mechanical-optical telegraph atau
sering disebut semaphore. Alat tersebut berupa suatu batang yang
dapat digerakkan menggunakan tali sehingga bisa membentuk
berbagai simbol/huruf yang jumlahnya mencapai 196 (huruf
besar, kecil, tanda baca dan angka). Alat tersebut dipasang di atas
atap gedung sehingga bisa terlihat dari jarak jauh. Jaringan
telegraph menggunakan alat tersebut dioperasikan pada tahun
1794 ketika tentara sukarela mempertahankan Perancis dari
serangan Austria dan penjajah lainnya. Jaringan tersebut terdiri
dari 22 stasiun dengan jangkauan 240 kilometer. Pengiriman
pesan sejauh itu hanya membutuhkan waktu 2 sampai 6 menit.
Telekomunikasi Elektrik
Telegraph elektrik komersial pertama dibangun di Inggris oleh Sir Charles Wheatstone
dan Sir William Fothergill Cooke. Jaringan telegraph elektrik ini beroperasi dengan
jangkauan 21 kilometer di the Great Western
Railway pada 9 April 1839. Samuel Morse,
bersama Alfred Vail berhasil membangun suatu
telegraph yang bisa merekam pesan ke dalam
gulungan kertas. Sistem ini menjangkau 64
kilometer antara Washington, DC dan Baltimore
pada 24 Mei 1844. Jaringan telegraph di Amerika
berkembang hingga 32.000 kilometer pada tahun
1851. Selanjutnya, jaringan kabel telegraph yang
melewati lautan Atlantic (antara Amerika dan
Eropa) selesai dibangun pada 27 Juli 1866 [2].
Sepuluh tahun kemudian (1876), telepon konvensional ditemukan
oleh pemuda berusia 29 tahun bernama Alexander Graham Bell
dan asistennya, Thomas Watson (22 tahun). Pada masa itu,
telepon merupakan penemuan sangat penting karena bisa
mengirimkan pesan suara melalui jaringan kabel. Hal ini membuat
telekomunikasi semakin alami, sangat cepat dan bisa dilakukan
siapa saja. Suara Graham Bell yang mengucapkan kalimat "Mr.
Watson, come here, I want you!" adalah suara pertama yang
berhasil dikirimkan melalui kabel pada tanggal 10 Maret 1876 [1].
Telepon komersial mulai dijalankan pada tahun 1878 di New
Haven, Connecticut. Enam tahun kemudian, jaringan telepon
sudah menjangkau Boston, Massachusetts dan New York City
Pembangunan jaringan kabel telepon membutuhkan biaya yang
besar dan waktu yang lama. Oleh karena itu, para ilmuwan
berusaha menemukan sistem telekomunikasi tanpa kabel
(wireless telecommunication). Usaha ke arah ini sebenarnya
telah dimulai sejak tahun 1832 ketika James Lindsay
mendemonstrasikan wireless telegraphy di hadapan para
mahasiswanya. Pada tahun 1854, dia berhasil mengirimkan
pesan, dari Dundee ke Woodhaven yang berjarak sekitar 3
kilometer, menggunakan air sebagai media transmisinya. Pada
tahun 1893, Nikola Tesla menggambarkan dan
mendemonstrasikan secara detail mengenai prinsip-prinsip
wireless telegraphy. Dia menggunakan peralatan yang
berhubungan dengan sistem radio. Sebelum tahun 1900, Reginald Fessenden berhasil
mengirimkan pesan yang berupa suara manusia tanpa melalui kabel (wireless). Pada bulan
Desember 1901, Guglielmo Marconi berhasil membangun wireless communication antara
Inggris dan Amerika yang membuat dia mendapatkan hadiah Nobel pada tahun 1909. Pada
tanggal 25 maret 1925 di London, John Logie Baird (Skotlandia) berhasil mengirimkan
pesan berupa gambar siluet bergerak. Pada bulan Oktober 1925, Baird berhasil
mengirimkan gambar bergerak yang sebenarnya atau televisi menggunakan Nipkow disk
sehingga dikenal sebagai televisi mekanik. Selanjutnya, Baird berhasil membangun
televisi berwarna menggunakan cathode-ray tubes.
Telekomunikasi Berbasis Komputer
Sejak ditemukannya komputer elektronik pada dekade 1930-an, perkembangan
telekomunikasi menjadi sangat cepat. Berbagai usaha dilakukan untuk mengirimkan data
dari satu komputer ke komputer lainnya. Pada tanggal 11 September 1940, George Stibitz
berhasil mengirimkan masalah-masalah komputasi menggunakan teletype ke Complex
Number Calculator di New York dan menerima hasil komputasinya di Dartmouth
College, New Hampshire. Konfigurasi komputer terpusat ini tetap populer sampai era
1950-an [2]. Pada dekade 1960-an, para peneliti mulai melakukan penelitian tentang
packet switching yang memungkinkan data-data dikirim ke komputer-komputer lain tanpa
melalui mainframe yang terpusat. Pada tanggal 5 Desember 1969, para peneliti berhasil
membuat suatu jaringan 4-node antara the University of California (Los Angeles), the
Stanford Research Institute, the University of Utah dan the University of California (Santa
Barbara). Jaringan komputer ini selanjutnya menjadi ARPANET, yang pada tahun 1981
sudah berisi 213 node. Pada bulan Juni 1973, suatu node dari luar Amerika ditambahkan
ke dalam jaringan komputer tersebut. Selanjutnya ARPANET bergabung dengan jaringanjaringan
komputer lainnya sehingga membentuk Internet. Pada bulan Agustus 1982,
protokol electronic mail (e-mail) yang dikenal dengan SMTP mulai diperkenalkan. Pada
bulan Mei 1996, HTTP/1.0 atau protokol yang memungkinkan hyperlinked Internet
berhasil diimplementasikan. Kedua protokol inilah yang membuat telekomunikasi berbasis
komputer menjadi sangat populer.
B. Telekomunikasi Saat Ini
Kehadiran internet membawa perubahan yang sangat besar bagi dunia telekomunikasi.
Saat ini, jutaan komputer sudah terhubung ke jaringan internet dan menyediakan sangat
banyak informasi yang bisa diakses kapan saja dan dimana saja di seluruh dunia. Berbagai
aplikasi berbasis internet sudah banyak digunakan, seperti e-commerce, e-learning, video
conference, e-government, dan sebagainya. Dengan semakin banyaknya sumber informasi
di internet, maka muncullah beragam mesin pencari (search engine) yang sangat
memudahkan pengguna internet dalam menemukan informasi yang dibutuhkan. Yahoo
dan Google adalah dua contoh search engine yang sangat populer saat ini. Satu aplikasi
penting lainya adalah Wikipedia, yakni ensiklopedia bebas yang menyediakan informasi
tentang suatu istilah tertentu secara sangat lengkap dengan segala referensi yang
digunakan. Aplikasi internet lainnya yang sangat penting adalah mailing-list yang
merupakan kelompok diskusi menggunakan e-mail. Saat ini, ribuan mailing-list dari
beragam komunitas sudah memenuhi jaringan internet. Dari sisi software, keberadaan
internet telah membuat manusia bisa berkomunikasi dengan sangat mudah.
Bagaimana dengan kondisi hardware? Perkembangan hardware tidak bisa lepas dari
software. Keduanya saling mendukung. Perancangan hardware menjadi sangat mudah dan
cepat dengan adanya software yang powerful. Sebaliknya, software yang kuat, cepat dan
biasanya berukuran besar hanya bisa dibangun dan berjalan dengan baik jika hardware
komputer (processor, memory, harddisk, dsb.) menyediakan kebutuhan yang diperlukan.
Saat ini, hardware telekomunikasi sudah sangat maju. Jaringan telekomunikasi, baik yang
berbasis kabel maupun wireless, sudah memiliki kecepatan sangat tinggi hingga Megabyte
per detik. Di negara-negara maju, pengaksesan data dari benua lain memiliki kecepatan
yang hampir sama dengan pengaksesan data dari harddisk. Dengan demikian, data-data
multimedia (teks, suara, gambar dan video) sudah bisa dikirimkan melalui internet.
Sebagian negara sudah menggunakan teknologi Voice over Internet Protocol (VoIP) yang
memungkinkan komunikasi suara melalui jaringan internet. Hal ini membuat biaya
telekomunikasi menjadi semakin murah. Komputer yang berukuran sangat kecil dan
terintegrasi dengan handphone sudah umum digunakan. Terjadi konvergensi antara
telekomunikasi berbasis suara dengan data-data lainnya: teks, gambar, dan video.
Teknologi Bluetooth memungkinkan sebuah handphone bisa berkomunikasi tanpa kabel
dalam jarak dekat dengan beberapa perangkat lainnya seperti komputer, printer, scanner,
dan sebagainya. Handphone berbasis jaringan 3G (generasi ke-3) sudah bisa digunakan
untuk pengiriman data multimedia.
C. Telekomunikasi Masa Depan
Para ahli, secara personal maupun institusi, mencoba menggambarkan kondisi
telekomunikasi masa depan dengan beragam sudut pandang, pendekatan dan istilah. Ray
Kurzweil adalah salah satu ahli yang mencoba memberikan gambaran telekomunikasi
masa depan. Dalam bukunya yang berjudul “The age of Spiritual Machines: When
Computers Exceed Human Intelligence”, Kurzweil memprediksi bahwa pada tahun 2009
sebuah PC seharga US$ 1000 akan dapat melakukan sekitar satu triliun kalkulasi per detik.
Komputer akan menjadi sangat kecil, menempel pada pakaian dan perhiasan. Sebagian
besar transaksi bisnis rutin berada di antara manusia dan personalitas virtual. Telepon
dengan terjemahannya (translating telephone), pemanggil dan yang dipanggil bisa
menggunakan dua bahasa berbeda, akan digunakan secara luas di masyarakat. Pada tahun
2019, sebuah PC seharga US$ 1000 akan setara dengan kemampuan komputasional otak
manusia. Komputer semakin mudah dioperasikan, tidak terlihat dan menempel dimana
saja. Virtual reality sudah dalam tiga dimensi. Sebagian besar interaksi dengan komputer
sudah melalui isyarat tubuh (gesture) dan komunikasi ucapan bahasa alami dua arah.
Lingkungan realistis yang mencakup segala hal (audio, visual, dan fisik) membuat
manusia mampu melakukan sesuatu secara virtual dengan manusia lain, meskipun ada
batasan secara fisik. Manusia mulai memiliki hubungan dengan personalitas otomatis,
seperti teman dan guru. Gambar di bawah ini mengilustrasikan bagaimana komputer sudah
menempel di pakaian dan bisa berkomunikasi dengan manusia secara real time. Komputer
yang sangat kecil bisa ditempelkan di dasi dan tidak terlihat. Jika dasi tersebut kurang
rapat maka komputer akan menginformasikan ”I am tied too loosely. Please tighten”.
Ketika dompet hilang, komputer yang menempel di jaket akan menginformasikan ”Wallet
gone! Wallet gone!”.
Gambar 1. Interactive wear: komputer menempel di pakaian dan tidak terlihat, tetapi
bisa berkomunikasi secara real time menggunakan bahasa manusia [6].
Sebagian prediksi pada tahun 2009 sudah mulai terwujud. Perangkat komputer yang
semakin kecil dalam genggaman, seperti PDA (Personal Digital Assistant) dan
smartphone, sudah banyak digunakan secara komersil dengan harga terjangkau.
VerbMobil dan MATRIX adalah dua contoh lain yang berusaha mewujudkan prediksi
tahun 2009 tentang telepon dengan terjemahannya (translating telephone).
Speech technology
Pada masa permulaan, telekomunikasi dilakukan menggunakan media dan teknologi yang
sangat sederhana. Telekomunikasi saat itu sangatlah sulit sehingga hanya bisa dilakukan
oleh kalangan tertentu (kebanyakan militer), membutuhkan waktu yang lama, biaya sangat
mahal, jangkauan yang relatif pendek (belum bisa antar daratan yang terpisah lautan) dan
tidak alami (karena hanya mengandalkan pandangan mata manusia). Pada masa
telekomunikasi elektrik, media dan teknologi semakin modern. Telekomunikasi menjadi
sangat mudah (bisa dilakukan siapa saja), cepat (real time), lebih murah, jangkauan yang
sangat luas sehingga bisa dilakukan antar daratan yang terpisah lautan. Pada masa
telekomunikasi berbasis komputer, teknologi yang digunakan semakin canggih sehingga
jauh lebih mudah, cepat, dan menjangkau seluruh pelosok dunia. Telekomunikasi sudah
bisa menghilangkan batasan lokasi sehigga dunia terasa semakin sempit. Seorang yang
tinggal di Finlandia bisa berkomunikasi dengan orang lain yang hidup di Jepang.
Tetapi, masih ada dua tantangan besar yang harus dihadapi, yakni bahasa dan biaya.
Terdapat sekitar 6500 bahasa yang digunakan manusia di seluruh dunia. Apalah artinya
teknologi telekomuniasi modern yang menjangkau seluruh dunia jika tidak semua orang
mampu menguasai bahasa yang sama (meskipun bahasa Inggris sudah dianggap bahasa
internasional). Bagi masyarakat di negara sedang berkembang, biaya komunikasi antar
negara masih terasa mahal. Oleh karena itu, para ahli terus berusaha mengembangkan
teknologi telekomunikasi yang bisa menjawab kedua tantangan tersebut. Sudah sejak lama
para pakar mengembangkan speech technology untuk keperluan tersebut. Speech
technology meliputi automatic speech recognition atau speech to text (mengenali apa yang
diucapkan manusia atau mengubah suara menjadi teks), speaker recognition (mengenali
siapa yang berbicara), speech synthesis atau text to speech (mengubah teks menjadi suara),
dan bagaimana cara pengucapannya (mengenali intonasi dan emosi pembicara). Hingga
saat ini sudah banyak teori, software maupun hardware berbasis speech technology yang
dihasilkan oleh para ahli secara personal maupun melalui lembaga riset.
Satu hasil yang sangat penting adalah Speech to Speech Machine Translation
(S2SMT) yang merupakan istilah umum yang digunakan untuk sistem translating
telephone. Ide dasar S2SMT adalah mengenali suara manusia (apa yang diucapkan)
menggunakan automatic speech recognition (ASR) sehingga suara manusia bisa diubah
menjadi teks, menerjemahkan teks yang dihasilkan ke dalam bahasa lain yang diinginkan
menggunakan Machine Translation, dan mengubah teks hasil terjemahan tersebut menjadi
suara menggunakan text to speech.
Riset dan pembangunan S2SMT membutuhkan waktu lama dan biaya sangat besar.
Suatu institusi riset seperti Advanced Telecommunication Research (ATR) yang berlokasi
di Kyoto Jepang membutuhkan waktu lebih dari 20 tahun dan biaya milyaran dolar
Amerika untuk melakukan riset dan membangun S2SMT yang diberi nama MATRIX.
Saat ini MATRIX sudah bisa mengakomodasi 30.000 kata untuk penerjemahan bahasa
Inggris-Jepang. Contoh lainnya adalah Verbmobil yang dibangun di Jerman. Verbmobil
mampu menerjemahkan bahasa Inggris-Jerman dengan akurasi yang baik meskipun di
lingkungan yang bising (seperti di bandara). Verbmobil juga dilengkapi dengan sistem
pengambilan kesimpulan dari dialog yang dilakukan. AT&T juga berhasil
mengembangkan S2SMT untuk Call Center yang mampu menangani penerjemahan
bahasa Inggris-Spanyol dan Inggris-Jepang.
Bagaimana dengan speech technology untuk bahasa Indonesia? Sangat sedikit ahli
yang berminat dalam bidang ini. Hasil riset pertama di bidang ini adalah IndoTTS, sebuah
software yang bisa mengubah teks ke suara dalam bahasa Indonesia, yang dipublikasikan
pada tahun 2000 [7]. Riset yang lebih serius pada bidang ini dimulai pada tahun 2003
dimana TELKOMRisTI bekerjasama dengan ITB dan ATR Jepang membangun Dumb
and Deaf Telecommunication Systems (DDTS) [7, 8]. Sistem DDTS diaplikasikan pada
layanan Emergency Call. DDTS memungkinkan seorang yang bisu dan tuli bisa
berkomunikasi melalui komputer (mengetikkan dan membaca teks), sedangkan operator
Emergency Call berkomunikasi melalui handset telepon (berbicara dan mendengar). Pada
tahun 2005 TELKOMRisTI bekerjasama dengan STT Telkom dan ATR Jepang
membangun basis data suara dan basis data teks bahasa Indonesia yang nantinya akan
digunakan untuk membangun Large Vocabulary Continuous Speech Recognition
(LVCSR) yang sanggup mengenali lebih dari 30.000 kata. Kedua basis data tersebut
adalah yang pertama di Indonesia.
Bagaimana speech technology bisa mengurangi biaya telekomunikasi di masa
depan? Pada gambar S2SMT di atas, data yang dilewatkan antar server adalah text yang
ukurannya bisa 200 kali lebih kecil dibandingkan voice. Saat ini, hampir semua
percakapan telepon menggunakan data berbentuk voice yang berukuran 8 kilo bits per
second (Kbps). Jika ucapan kata ”lima” yang diucapkan selama satu detik bisa diubah
menjadi teks (dimana satu huruf adalah 8 bit), maka ukuran teks hanya 32 bit per detik.
Tetapi, masih banyak masalah yang harus diselesaikan. Pertama, hingga saat ini speech
technology hanya bisa dijalankan di sisi server. Belum ada perangkat telekomunikasi di
sisi client (handphone maupun fixed phone) yang menyediakan processor berkecepatan
tinggi dan memori besar untuk menjalankan S2SMT. Kedua, speech technology masih
membutuhkan riset lebih lanjut untuk menjamin performansinya (akurasi dan kecepatan)
layak dipakai secara komersial. Ketiga, komunikasi mungkin akan kurang natural karena
suara pembicara harus disintesis menggunakan mesin.
More Sharing ServicesShare on facebookShare on print
Prof.Rieknaldo.Lantemona.ST
Fak.UNPI.MANADO.
Namun, ternyata asing kembali lagi bermain pada 1993. Saat itu, kebijakan pemerintah RI menempatkan Telkom dan Indosat sebagai dua penyelenggara telekomunikasi lokal yang melakukan praktik monopoli.
Namun, ternyata asing kembali lagi bermain pada 1993. Saat itu, kebijakan pemerintah RI menempatkan Telkom dan Indosat sebagai dua penyelenggara telekomunikasi lokal yang melakukan praktik monopoli.
Karena keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah maupun operator telekomunikasi, maka pembangunan infrastruktur telekomunikasi khususnya jaringan telekomunikasi tetap (fixed wireless) lokal saat itu dilakukan melalui pengikutsertaan modal asing.
UU No. 3/1989 tentang Telekomunikasi dan PP No. 8/1993 serta Kepemenparpostel No. 39/1993 tentang Kerja Sama Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi Dasar memungkinkan kerja sama antara Telkom atau Indosat dengan perusahaan lain dalam penyelenggaraan jasa telekomunikasi dasar.
Ketiga regulasi itu menetapkan bahwa kewajiban kerja sama antara badan penyelenggara dan badan lain dalam penyelenggaraan telekomunikasi dasar dapat berbentuk usaha patungan (join venture), kerja sama operasi (KSO) atau kontrak manajemen (KM).
Memang benar seperti dinyatakan dalam PP No. 20/1994 tentang pemilikan saham dalam perusahaan yang didirikan dalam rangka PMA: penanaman modal bidang usaha telekomunikasi dapat dilakukan oleh penanam modal asing patungan asal kepemilikan peserta Indonesia minimal 5% dari seluruh modal yang disetor. Akan tetapi, dalam schedule of commitment traktat multilateral WTO, Indonesia menyatakan bahwa kepemilikan asing atas saham penyelenggara jasa telekomunikasi dasar dapat sampai 35%.
Pada jasa telekomunikasi bergerak, sesuai dengan UU No. 3/1989, dewasa ini penyelenggara jasa telekomunikasi bergerak adalah perusahaan lain baik asing atau lokal yang bekerja sama secara patungan dengan Telkom atau Indosat atau kedua-duanya.
Dari hal tersebut, lahirlah operator-operator seluler baru seperti Satelindo (patungan antara Indosat, Telkom, dengan operator GSM di Jerman DeTeMobil) dan Telkomsel (patungan antara Telkom, Indosat, PTT Telecom Netherlands dan Setdco Megacell Asia)
Hal yang berbeda dilakukan XL, karena operator tersebut lahir tanpa ada dua perusahaan incumbent baik Telkom dan Indosat di dalamnya, sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 3/1989.
Mulai dekade 2000-an, banyak bermunculan operator baru baik seluler atau pun telepon nirkabel tetap seperti Mobile-8 Telecom, PT bakrie Telecom, PT Natrindo Telepon Seluler, PT Hutchison CP Telecommunication, PT Smart Telecommunication, dan PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia.
Kebanyakan operator baru tersebut lebih mengandalkan tarif untuk menggenjot pemasaran dibandingkan dengan memperluas dan meningkatkan kualitas jaringan. Sebagian besar malah tidak memiliki base transceiver station melainkan menumpang di menara telekomunikasi milik operator lain yang sudah lama berdiri.
Pada 2004, telah mulai muncul operator 3G, meski pemberian lisensinya sedikit kontroversial. Pemerintah telah memberikan izin secara gratis dengan harapan memperoleh pendapatan secara bertahap seiring berkembangnya operator 3G. Izin layanan 3G pertama diberikan kepada PT Cyber Access Communication (CAC) pada 2003 setelah menyisihkan sebelas peserta lainnya dalam sebuah beauty contest.
CAC yang pada Februari lalu 60% sahamnya diambil alih oleh Hutchinson mendapatkan alokasi pita lebar 15 Mhz. Alokasi frekuensi yang diterima CAC merupakan yang terbesar dibandingkan dengan operator lain.
Lisensi untuk 3G melalui beauty contest ini bisa jadi merupakan yang pertama sekaligus yang terakhir dalam sejarah industri telekomunikasi di Tanah Air. Hal ini karena pemerintah segera membuat kejutan pada kuartal pertama 2004 dengan memberikan lisensi kepada Lippo Telecom dengan pita lebar 10 Mhz.
Sementara pada periode 1999-2003 izin untuk menyelenggarakan layanan telekomunikasi pada spektrum frekuensi layanan generasi ketiga (1.900 Mhz-2.100 Mhz) juga meluncur. Lisensi tersebut diantaranya untuk PT Wireless Indonesia, Indosat Starone, Telkom Flexi, dan Primasel masing-masing dengan pita lebar 5 Mhz.
Izin untuk layanan seluler CDMA-EVDO maupun CDMA-1X inilah yang belakangan menimbulkan tumpang tindih dengan pita frekuensi yang hendak digunakan untuk layanan generasi ketiga Wideband CDMA. Hal ini karena baik 3G dengan teknologi Wideband CDMA dan CDMA menggunakan frekuensi yang saling berkomplementer.
Layanan generasi ketiga Wideband CDMA dalam spektrum frekuensi di Indonesia bekerja pada pita 1.920 Mhz hingga 1.980 Mhz. Sementara CDMA1X bisa beroperasi pada pita 1.930 Mhz hingga 1.990 Mhz. Standar ITU mensyaratkan 3G hanya bisa bekerja pada spektrum yang terbatas yakni 60 Mhz.
Sejarah Telekomunikasi Seluler di Indonesia
Telekomunikasi seluler di Indonesia adalah sebuah substansi yang mencakup keseluruhan hal yang berhubungan perkembangan telekomunikasi seluler yang terjadi di Indonesia. Telekomunikasi seluler mulai dikenal sejak tahun 1984, menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang paling awal mengadopsi teknologi seluler versi komersial. Teknologi seluler yang digunakan saat itu adalah NMT (Nordic Mobile Telephone) dari Eropa, disusul oleh AMPS (Advance Mobile Phone Sistem), keduanya dengan sistem analog. Teknologi seluler yang masih bersistem analog itu seringkali disebut sebagai teknologi seluler generasi pertama (1G). Pada tahun 1995 diluncurkan teknologi generasi pertama CDMA (Code Division Multiple Access) yang disebut ETDMA (Extended Time Division Multiple Access) melalui operator Ratelindo yang hanya tersedia di beberapa wilayah Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.
Di dekade yang sama, diperkenalkan teknologi GSM (Global System for Mobile) yang membawa teknologi telekomunikasi seluler di Indonesia ke era generasi kedua (2G). Pada masa ini, layanan pesan singkat ( short message service/SMS) menjadi fenomena di kalangan pengguna ponsel berkat sifatnya yang hemat dan praktis. Teknologi GPRS (General Packet Radio Service) juga mulai diperkenalkan, dengan kemampuannya melakukan transaksi paket data. Teknologi ini kerap disebut dengan generasi dua setengah (2,5G), kemudian disempurnakan oleh EDGE (Enhanced Data Rates for GSM Environment), yang biasa disebut dengan generasi dua koma tujuh lima (2,75G). Telkomsel sempat mencoba mempelopori layanan ini, namun kurang berhasil memikat banyak pelanggan. Pada tahun 2001, sebenarnya di Indonesia telah dikenal teknologi CDMA generasi kedua (2G), namun bukan di wilayah Jakarta, melainkan di wilayah lain, seperti Bali dan Surabaya.
Pada 2004 mulai muncul operator 3G pertama, PT Cyber Access Communication (CAC), yang memperoleh lisensi pada 2003. Saat ini, teknologi layanan telekomunikasi seluler di Indonesia telah mencapai generasi ketiga-setengah (3,5G), ditandai dengan berkembangnya teknologi HSDPA (High Speed Downlink Packet Access) yang mampu memungkinkan transfer data secepat 3,6 Mbps.Dan yang paling santer terdengar, sekarang sudah ada Generasi ke 4, atau 4G
1984: Teknologi seluler diperkenalkan di Indonesia
Teknologi komunikasi seluler mulai diperkenakan pertama kali di Indonesia. Pada saat itu, Ketika itu, PT Telkom bersama dengan PT. Rajasa Hazanah Perkasa mulai menyelenggarakan layanan komunikasi seluler dengan mengusung teknologi NMT -450 (yang menggunakan frekuensi 450 MHz) melalui pola bagi hasil. Telkom mendapat 30% sedangkan Rajasa 70%.
1985-1992: Penggunaan teknologi seluler berbasis analog generasi 1 (1G)
Pada tahun 1985, teknologi AMPS (Advance Mobile Phone Sistem, mempergunakan frekuensi 800 MHz[6], merupakan cikal bakal CDMA saat ini) dengan sistem analog mulai diperkenalkan, di samping teknologi NMT-470, modifikasi NMT-450 (berjalan pada frekuensi 470 MHz, khusus untuk Indonesia) dioperasikan PT. Rajasa Hazanah Perkasa. Teknologi AMPS ditangani oleh empat operator: PT. Elektrindo Nusantara, PT. Centralindo Panca Sakti, dan PT Telekomindo Prima Bakti, serta PT. Telkom sendiri. Regulasi yang berlaku saat itu mengharuskan para penyelenggara layanan telephony dasar bermitra dengan PT. Telkom.
Pada saat itu, telepon seluler yang beredar di Indonesia masih belum bisa dimasukkan ke dalam saku karena ukurannya yang besar dan berat, rata-rata 430 gram atau hampir setengah kilogram. Harganya pun masih mahal, sekitar Rp10 jutaan.
Pada tahun 1967, PT. Indonesian Satellite Corporation Tbk. (Indosat, sekarang PT. Indosat Tbk.) didirikan sebagai Perusahaan Modal Asing, dan baru memulai usahanya pada 1969 dalam bidang layanan telekomunikasi antarnegara. Pada 1980, Indosat resmi menjadi Badan Usaha Milik Negara.
[sunting] 1993: Awal pengembangan GSM
Pada Oktober 1993, PT. Telkom memulai pilot-project pengembangan teknologi generasi kedua (2G), GSM], di Indonesia. Sebelumnya, Indonesia dihadapkan pada dua pilihan: melanjutkan penggunaan teknologi AMPS atau beralih ke GSM yang menggunakan frekuensi 900 MHz. Akhirnya, Menristek saat itu, BJ Habibie, memutuskan untuk menggunakan teknologi GSM pada sistem telekomunikasi digital Indonesia.
Pada waktu itu dibangun 3 BTS (base transceiver station), yaitu satu di Batam dan dua di Bintan. Persis pada 31 Desember 1993, pilot-project tersebut sudah on-air. Daerah Batam dipilih sebagai lokasi dengan beberapa alasan: Batam adalah daerah yang banyak diminati oleh berbagai kalangan, termasuk warga Singapura. Jarak yang cukup dekat membuat sinyal seluler dari negara itu bisa ditangkap pula di Batam. Alhasil, warga Singapura yang berada di Batam bisa berkomunikasi dengan murah meriah, lintas negara tapi seperti menggunakan telepon lokal. Jadi pilot-project ini juga dimaksudkan untuk menutup sinyal dari Singapura sekaligus memberikan layanan komunikasi pada masyarakat Batam.
1994: Kemunculan operator GSM pertama
PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) muncul sebagai operator GSM pertama di Indonesia, melalui Keputusan Menteri Pariwisata No. PM108/2/MPPT-93, dengan awal pemilik saham adalah PT. Telkom, PT. Indosat, dan PT. Bimagraha Telekomindo[10], dengan wilayah cakupan layanan meliputi Jakarta dan sekitarnya. Pada periode ini, teknologi NMT dan AMPS mulai ditinggalkan, ditandai dengan tren melonjaknya jumlah pelanggan GSM di Indonesia. Beberapa faktor penyebab lonjakan tersebut antara lain, karena GSM menggunakan SIM card yang memungkinkan pelanggan untuk berganti handset tanpa mengganti nomor. Selain itu, ukuran handset juga sudah lebih baik, tak lagi sebesar ‘pemukul kasti’.
1995: Kemunculan telepon rumah nirkabel
Penggunaan teknologi GMH 2000/E-TDMA diperkenalkan oleh Bakrie Telecom melalui Ratelindo. Layanan yang diberikan oleh Ratelindo berupa layanan Fixed-Cellular Network Operator, yaitu telepon rumah nirkabel. Pada tahun yang sama, kesuksesan pilot-project di Batam dan Bintan membuat pemerintah memperluas daerah layanan GSM ke provinsi-provinsi lain di Sumatera. Untuk memfasilitasi hal itu, pada 26 Mei 1995 didirikan sebuah perusahaan telekomunikasi bernama Telkomsel, sebagai operator GSM nasional kedua di Indonesia, dengan kepemilikan bersama Satelindo.
1996: Awal perkembangan layanan GSM
Akhir 1996, PT. Excelcomindo Pratama (Excelcom) yang berbasis GSM muncul sebagai operator seluler nasional ketiga. Telkomsel yang sebelumnya telah sukses merambah Medan, Surabaya, Bandung, dan Denpasar dengan produk Kartu Halo, mulai melakukan ekspansi ke Jakarta. Pemerintah juga mulai turut mendukung bisnis seluler dengan dihapuskannya bea masuk telepon seluler. Alhasil, harga telepon seluler dapat ditekan hingga Rp1 juta. Pada 29 Desember 1996, Maluku tercatat menjadi provinsi ke-27 yang dilayani Telkomsel.
Pada tahun yang sama, Satelindo meluncurkan satelit Palapa CII, dan langsung beroperasi pada tahun itu juga.
1997-1999: Telekomunikasi seluler pada masa krisis moneter
Pada tahun 1997, Pemerintah bersiap memberikan 10 lisensi regional untuk 10 operator baru yang berbasis GSM 1800 atau PHS (Personal Handy-phone System. Keduanya adalah sama seperti GSM biasa, namun menggunakan frekuensi 1800 MHz). Namun, krisis ekonomi 1998 membuat rencana itu batal.
Pada tahun yang sama, Telkomsel memperkenalkan produk prabayar pertama yang diberi nama Simpati, sebagai alternatif Kartu Halo. Lalu Excelcom meluncurkan Pro-XL sebagai jawaban atas tantangan dari para kompetitornya, dengan layanan unggulan roaming pada tahun 1998. Pada tahun tersebut, Satelindo tak mau ketinggalan dengan meluncurkan produk Mentari, dengan keunggulan perhitungan tarif per detik.
Walaupun pada periode 1997-1999 ini Indonesia masih mengalami guncangan hebat akibat krisis ekonomi dan krisis moneter, minat masyarakat tidak berubah untuk menikmati layanan seluler. Produk Mentari yang diluncurkan Satelindo pun mampu dengan cepat meraih 10.000 pelanggan. Padahal, harga kartu perdana saat itu termasuk tinggi, mencapai di atas Rp100 ribu dan terus naik pada tahun berikutnya[11]. Hingga akhir 1999, jumlah pelanggan seluler di Indonesia telah mencapai 2,5 juta pelanggan, yang sebagian besar merupakan pelanggan layanan prabayar.
2000-2002: Deregulasi dan kemunculan operator CDMA
Telkomsel dan Indosat memperoleh lisensi sebagai operator GSM 1800 nasional sesuai amanat Undang-undang Telekomunikasi No. 36/1999. Layanan seluler kedua BUMN itu direncanakan akan beroperasi secara bersamaan pada 1 Agustus 2001. Pada tahun yang sama, layanan pesan singkat (Inggris: Short Message Service, SMS) mulai diperkenalkan, dan langsung menjadi primadona layanan seluler saat itu.
Pada tahun 2001, Indosat mendirikan PT. Indosat Multi Media Mobile (IM3), yang kemudian menjadi pelopor layanan GPRS (General Packet Radio Service) dan MMS (Multimedia Messaging Service) di Indonesia. Pada 8 Oktober 2002, Telkomsel menjadi operator kedua yang menyajikan layanan tersebut[12].
Masih di tahun 2001, pemerintah mengeluarkan kebijakan deregulasi di sektor telekomunikasi dengan membuka kompetisi pasar bebas. PT. Telkom pun tak lagi memonopoli telekomunikasi, ditandai dengan dilepasnya saham Satelindo pada Indosat. Pada akhir 2002, Pemerintah Indonesia juga melepas 41,94% saham Indosat ke Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd.. Kebijakan ini menimbulkan kontroversi, yang pada akhirnya membuat Pemerintah terus berupaya melakukan aksi beli-kembali.
Pada Desember 2002, TelkomFlexi hadir sebagai operator CDMA pertama di Indonesia, di bawah pengawasan PT. Telekomunikasi Indonesia, menggunakan frekuensi 1.900 MHz dengan lisensi FWA (Fixed Wireless Access). Artinya, sistem penomoran untuk tiap pelanggan menggunakan kode area menurut kota asalnya, seperti yang dipergunakan oleh telepon berbasis sambungan tetap dengan kabel milik Telkom.
2003-2004: Kemunculan operator 3G pertama
Satelindo meluncurkan layanan GPRS dan MMS pada awal 2003, dan menjadi operator seluler Indonesia ketiga yang meluncurkan layanan tersebut.
Melalui Keputusan Dirjen Postel No. 253/Dirjen/2003 tanggal 8 Oktober 2003, pemerintah akhirnya memberikan lisensi kepada PT. Cyber Access Communication sebagai operator seluler 3G pertama di Indonesia melalui proses tender[15], menyisihkan 11 peserta lainnya. CAC memperoleh lisensi pada jaringan UMTS (Universal Mobile Telecommunications System) atau juga disebut dengan W-CDMA (Wideband-Code Division Multiple Access) pada frekuensi 1.900 MHz sebesar 15 MHz.
Pada November 2003, Indosat mengakuisisi Satelindo, IM3, dan Bimagraha. Pada akhirnya, ketiganya dilebur ke dalam PT. Indosat Tbk. Maka sejak saat itu, ketiganya hanya menjadi anak perusahaan Indosat.
Di bulan yang sama, PT. Bakrie Telecom meluncurkan produk esia sebagai operator CDMA kedua berbasis FWA, yang kemudian diikuti dengan kehadiran Fren sebagai merek dagang PT. Mobile-8 Telecom pada Desember 2003, namun dengan lisensi CDMA berjelajah nasional, seperti umumnya operator seluler berbasis GSM. PT. Indosat menyusul kemudian dengan StarOne pada Mei 2004, juga dengan lisensi CDMA FWA.
Pada Februari 2004, Tekomsel meluncurkan layanan EDGE (Enhanced Data Rates for GSM Evolution), dan menjadikannya sebagai operator EDGE pertama di Indonesia. EDGE sanggup melakukan transmisi data dengan kecepatan sekitar 126 kbps (kilobit per detik) dan menjadi teknologi dengan transmisi data paling cepat yang beroperasi di Indonesia saat itu. Bahkan menurut GSM World Association, EDGE dapat menembus kecepatan hingga 473,8 kilobit/detik.
Sejak April 2004, para operator seluler di Indonesia akhirnya sepakat melayani layanan MMS antar-operator. Pada akhir 2004, jumlah pelanggan seluler sudah menembus kurang lebih 30 juta. Melihat perkembangan yang begitu pesat, diprediksi pada tahun 2005 jumlah pelanggan seluler di Indonesia akan mencapai 40 juta.
Pada Mei 2004, PT. Mandara Seluler Indonesia meluncurkan produk seluler Neon di Lampung pada jaringan CDMA 450 MHz. Namun Neon tak bisa berkembang akibat kalah bersaing dengan operator telekomunikasi lainnya, sampai akhirnya diambil alih oleh Sampoerna Telecom pada 2005, dan menjadi cikal bakal Ceria.
Pada tanggal 17 September 2004, PT. Natrindo Telepon Seluler (Lippo Telecom) memperoleh lisensi layanan 3G kedua di Indonesia. Perusahaan ini memperoleh alokasi frekuensi sebesar 10 MHz.
2005-2008: Era reformasi
Pada Mei 2005, Telkomsel berhasil melakukan ujicoba jaringan 3G di Jakarta dengan menggunakan teknologi Motorola dan Siemens, sedangkan CAC baru melaksanakan ujicoba jaringan 3G pada bulan berikutnya. CAC melakukan ujicoba layanan video telephony, akses internet kecepatan tinggi, dan nonton siaran Metro TV via ponsel Sony Ericssson Z800i. Setelah melalui proses tender, akhirnya tiga operator telepon seluler ditetapkan sebagai pemenang untuk memperoleh lisensi layanan 3G, yakni PT. Telkomsel, PT. Excelcomindo Pratama (XL), dan PT. Indosat pada tanggal 8 Februari 2006. Dan pada akhir tahun yang sama, ketiganya meluncurkan layanan 3G secara komersial.
Pada Agustus 2006, Indosat meluncurkan StarOne dengan jaringan CDMA2000 1x EV-DO di Balikpapan. Pada saat yang sama, Bakrie Telecom memperkenalkan layanan ini pada penyelenggarakan kuliah jarak jauh antara Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan California Institute for Telecommunication and Information (Calit2) di Universitas San Diego (UCSD) California.
Pemerintah melalui Depkominfo mengeluarkan Permenkominfo No. 01/2006 tanggal 13 Januari 2007 tentang Penataan Pita Frekuensi Radio 2.1 GHz Untuk Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler IMT-2000, menyebutkan bahwa penyelenggaraan jaringan tetap lokal dengan mobilitas terbatas hanya dapat beroperasi di pita frekuensi radio 1.900 MHz sampai dengan 31 Desember 2007. Jaringan pada frekuensi tersebut kelak hanya diperuntukan untuk jaringan 3G. Operator dilarang membangun dan mengembangkan jaringan pada pita frekuensi radio tersebut.
Maka, berdasarkan keputusan tersebut, para operator seluler CDMA berbasis FWA yang menghuni frekuensi 1.900 MHz harus segera bermigrasi ke frekuensi 800 MHz. Saat itu ada dua operator yang menghuni frekuensi CDMA 1.900 MHz, yaitu TelkomFlexi dan StarOne. Akhirnya, Telkom bekerjasama dengan Mobile-8 dalam menyelenggarakan layanan Fren dan Flexi, sedangkan Indosat bekerja sama dengan Esia milik Bakrie Telecom.
Jumlah pengguna layanan seluler di Indonesia mulai mengalami ledakan. Jumlah pelanggan layanan seluler dari tiga operator terbesar (Telkomsel, Indosat, dan Excelcom) saja sudah menembus 38 juta. Itu belum termasuk operator-operator CDMA. Hal ini disebabkan oleh murahnya tarif layanan seluler jika dibandingkan pada masa sebelumnya yang masih cukup mahal.
Namun jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang sekitar 220 juta pada saat itu, angka 38 juta masih cukup kecil. Para operator masih melihat peluang bisnis yang besar dari industri telekomunikasi seluler itu. Maka, untuk meraih banyak pelanggan baru, sekaligus mempertahankan pelanggan lama, para operator memberlakukan perang tarif yang membuat tarif layanan seluler di Indonesia semakin murah.
Namun di balik gembar-gembor tarif murah itu, BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia) dan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) menemukan fakta menarik: ternyata para operator seluler telah melakukan kartel tarif layanan seluler, dengan memberlakukan tarif minimal yang boleh diberlakukan di antara para operator yang tergabung dalam kartel tersebut. Salah satu fakta lain yang ditemukan BRTI dan KPPU adalah adanya kepemilikan silang Temasek Holdings, sebuah perusahaan milik Pemerintah Singapura, di PT. Indosat Tbk. dan PT. Telkomsel, yang membuat tarif layanan seluler cukup tinggi.
Maka, pemerintah melalui Depkominfo akhirnya mengeluarkan kebijakan yang mengharuskan para operator seluler menurunkan tarif mereka 5%-40% sejak April 2008, termasuk di antaranya penurunan tarif interkoneksi antar operator. Penurunan tarif ini akan dievaluasi oleh pemerintah selama 3 bulan sekali.
Periode 2009
Di Indonesia pada tahun 2009, telah beroperasi sejumlah 10 operator dengan estimasi jumlah pelanggan sekitar 175,18 juta.Sebagian besar operator telah meluncurkan layanan 3G dan 3,5G. Seluruh operator GSM telah mengaplikasikan teknologi UMTS maupun HSDPA dan HSUPA pada jaringannya, dan operator CDMA juga telah mengaplikasikan teknologi CDMA2000 1x EV-DO, kecuali untuk Ceria, yang masih memakai CDMA.
Akibat kebijakan pemerintah tentang penurunan tarif pada awal 2008, serta gencarnya perang tarif para operator yang makin gencar, kualitas layanan operator seluler di Indonesia terus memburuk, terutama pada jam-jam sibuk[. Sementara itu, tarif promosi yang diberikan pun seringkali hanya sekedar akal-akalan, bahkan cenderung merugikan konsumen itu sendiri.
Periode 2010
Jumlah pengguna seluler di Indonesia hingga Juni 2010 diperkirakan mencapai 180 juta pelanggan, atau mencapai sekitar 80 persen populasi penduduk. Dari 180 juta pelanggan seluler itu, sebanyak 95 persen adalah pelanggan prabayar. Menurut catatan ATSI, pelanggan Telkomsel hingga Juni 2010 mencapai 88 juta nomor, XL sekitar 35 juta, Indosat sekitar 39,1 juta, selebihnya merupakan pelanggan Axis dan Three. Direktur Utama PT Telkomsel, Sarwoto mengatakan, dari sisi pendapatan seluruh operator seluler sudah menembus angka Rp100 triliun. Industri ini diperkirakan terus tumbuh, investasi terus meningkat menjadi sekitar US$2 miliar per tahun, dengan jumlah BTS mencapai lebih 100.000 unit.
Prospek telekomunikasi seluler di Indonesia
Di Indonesia, teknologi 4G mulai diperkenalkan, dimulai dengan dikembangkannya WiMAX (Worldwide Interoperability for Microwave Access) oleh pemerintah[46]. Pemerintah selaku regulator telah menerbitkan tiga peraturan pada bulan Februari 2008 melalui keputusan Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi No. 94, 95, 96 mengenai persyaratan teknis mengenai alat dan perangkat telekomunikasi pada frekuensi 2.3 Ghz, sebagai frekuensi yang akan ditempati WiMAX di Indonesia. Pemerintah sendiri telah menyiapkan dana sebesar Rp18 milyar untuk penelitian dan pengembangan teknologi WiMAX di Indonesia, bekerjasama dengan beberapa lembaga penelitian dan perguruan tinggi.[47] Pemerintah membuka akses internet untuk publik sembari menguji coba teknologi Wimax lokal selama tiga bulan berturut-turut mulai 15 Oktober hingga akhir 2008.[48]
WiMAX sendiri adalah teknologi telekomunikasi terbaru yang memudahkan masyarakat untuk mendapatkan koneksi internet berkualitas dan melakukan aktivitas dan teknologi nirkabel telekomunikasi berbasis protokol internet yang berjalan pada frekuensi 2,3 GHz.
Telkomsel telah menggunakan frekuensi 5,8 GHz untuk menguji coba teknologi WiMAX tersebut. Namun, karena tak punya izin lisensi, operator ini mengklaim meminjam perangkat dan izin penggunaan frekuensi dari penyelenggara lain. Telkomsel sendiri mengklaim mereka tak akan mengkomersilkan WiMAX, sebab mereka lebih memilih LTE (Long Term Evolution) sebagai teknologi masa depan mereka. Telkomsel menggunakan teknologi Wimax ini untuk backhaul saja.
Sementara itu, Indosat melalui produk M2 bekerja sama dengan Intel untuk menawarkan program pengadaan komputer beserta koneksi internet nirkabelnya di sekolah-sekolah. Program itu nantinya jadi cikal-bakal untuk membidik peluang Wimax di sekolah.
Melihat jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan penetrasi seluler yang baru hampir mencapai 50%, maka masih ada peluang yang terbuka lebar untuk meraih banyak pelanggan baru. Pada 2012, diperkirakan penetrasi seluler di Indonesia akan mencapai 80%.(Naldo)
Rieknaldo.Lantemona.
Fakultas UNPI.
Manusia sebagai makhluk sosial dan hidup bermasyarakat memrlukan komunikasi atau pertukaran informasi satu dengan yang lainnya. Disamping itu manusia juga perlu mencari informasi dari keadaan sekitarnya.
Untuk Hal diatas, Tuhan telah menganugerahkan panca indera yang merupakan alat utama dalam mengadakan komunikasi tersebut. Sebagaimana kita ketahui, cara perhubungan yang azasi adalah melalui pendengaran dengan telinga danpenglihatan dengan mata.
Akan tetapi jika hanya dengan mata dan telinga saja, komunikasi yang dilakukan oleh manusia hanyalah dalam jarak yang terbatas sekali.
Oleh sebab itu, sejak dari masa yang lampau dan sesuai dengan tingkat perkembangan cara berpikir, manusia telah senantiasa berusaha untuk dapat berkomunikasi dengan jarak jangkau yang sejauh mungkin dengan menggunakan alat bantu tambahan.
Sebagai contoh, cara pemberitaan dengan genderang di Afrika, dengan asap oleh suku Indian di Amerika, ataupun bahasa bendera yang masih dipakai sampai sekarang. Semua itu merupakan salah satu tingkatan dalam perkembangan cara-cara dalam berkomunikasi atau berhubungan untuk saling bertukar informasi.
Tujuan dari teknik Telekomunikasi adalah untuk melaksanakan pengiriman dan penerimaan informasi yang menggunakan rantai ( gelombang ) elektromagnetik sebagai alat pembawa (Carrier). dalam hal ini Informasi dapat berupa Suara (bunyi) yaitu informasi untuk telinga, maupun gambar yang merupakan informasi untuk mata.
Pada tahun 1835 oleh
Samuel F.B. Morse dan
Alfred Vail diperkenalkan telegrafi Elektromagnet (Morse). Komunikasi cara ini bahkan dapat dilakukan antara dua tempat yang dipisahkan oleh lautan. Kode Morse ini sampai sekarang masih tetap dipakai, dengan pertimbangan faktor kesederhanaan dan kehandalannya.
Pada tahun 1876,
Alexander Graham Bell memperkenalkan komunikasi
Telephony, bahkan sampai saat ini komukasi telephony mengalami kemajuan yang begitu pesat seiring dengan perkembangan tekhnologi.
Pada tahun 1897 diperkenalkan hubungan radio telekomunikasi tanpa kabel pertama oleh
Guglielmo Marconi. Dengan ditemukannya cara ini, memungkinkan bagi manusia untuk berkomunikasi jarak jauh, atau antara dua tempat yang sukar ditempuh, menjadi lebih terbuka.
Pada Tahun 1937, negara Inggris melakukan pengiriman gambar yang pertama. Ini merupakan awal dari sistem
pertelevisian.
Untuk sementara, pada Perang Dunia II perkembangan dari sistem komunikasi Video (gambar bergerak) ini terhambat, kemudian berkembang dengan pesat Setelah PD II.
Sesuai dengan situasi pada saat tersebut (PD II) untuk kepentingan Militer, maka Sistem radar yang dikembangkan sebaik mungkin.
Pada prinsipnya Sistem
Radar [ Radio Detection and Ranging ] adalah pengirim atau pemancar Pulsa dalam ruang melalui antena pancar. Bila sampai pada suatu objek tertentu, apakah berupa bukit, ataupun kapal hyang sedang berlayar, getaran pulsa tersebut dipantulkan kembali pada sumbernya semula.
AntennaPancar yang sekaligus juga berfungsi sebagai antenna penerima akan menangkap dan mendeteksinya. Beda Waktu antara pemancaran dan penerimaan, akan menetukan jarak objek tersebut dari lokasi Radar.
Pemakaian gelombang Mikro untuk hubungan komunikasi, perkembangannya sangat pesat, terutama setelah ditemukannya Teknik Frekwensi Tinggi yang lebih baik, misalnya
Waveguide,
stripline, dan sebagainya.
Komunikasi
Satelit merupakan salah satu bentuk dari komunikasi gelombbang Mikro dengan Teknik Frekwensi Tinggi tersebut. Dan komunikasi dengan cara ini merupakan komunikasi yang paling mutakhir dengan tingkat perkembangan yang paling baru.